Hilangnya Bola Dalam Genggaman

Lahir di pulau besar paling tengah Indonesia, Ben adalah panggilan akrabku dikala SMA. Pahit manisnya menjalankan ekskul voli di SMA selama tiga tahun kurang telah aku rasakan sebelum  secara formal aku harus meninggalkannya pada tahun terakhir masa SMAku karena kebijakan dari pihak sekolah untuk mempersiapkan siswa-siswinya untuk menatap kenyataan pada masa yang akan datang. Satu bulan lebih tersisa bagiku sebelum harus menjalankan kebijakan dari pihak sekolah.

Tiga tahun kurang telah berlalu aku jalani aktivitas kehangatan bersama bola dan teman-temanku di sebuah lapangan sederhana yang terbentang di tengah-tengah sekolahku, waktu yang lumayan lama namun terasa singkat untuk aku kunikmati. Kesempatan mengukir nama di catatan prestasi SMA telah aku dapatkan walaupun terkadang gagal beberapa kali, satu bulan lebih kesempatan yang tersisa bagiku dan teman-teman se-angkatanku untuk menambahkan satu catatan prestasi lagi di akhir masa-masa SMAku.

Dua bulan yang lalu, Kapten tim voliku bernama Madan yang juga sekaligus sebagai sahabatku baik di dalam kelas maupun di lapangan memberitahukan info bahwa ada surat undangan kejuaraan olahraga antar SMA se-Provinsi tempat sekolahku berada, disurat tersubut terlihat kop surat undangannya terdapat kalimat SMAPAT CUP V. Undangan yang masuk tersebut berasal dari SMA yang tergolong favorit dari segi akedemik dan nonakademik khususnya dibidang olahraga di kalangan SMA tempatku berada. Mendengar info tersebut membuat aku dan Madan serta semua anggota tim voli terutama bagi anggota tim voli tertua di SMA menjadi semangat untuk mengukir kenangan manis terkhir di SMA melalui olahraga yang memerlukan kerjasama tim. Aku dan Madan bersama anggota tim voli serta guru olahraga yang juga merupakan pelatih tim voli, merancang latihan rutin yang berfokus untuk kejuaraan akhir bagi anak kelas tiga.

Pelatih tim voli menjadwalkan latihan rutin tiga kali seminggu, tepatnya tiap hari senin sore dan rabu sore serta minggu pagi. Sekolahku merupakan sekolah yang menjalankan aturan dengan istilah Full Day Schole mebuat aku dan anak-anak tim voli menghabiskan waktu seharian penuh dari jam 07:00 hingga 17:45 di sekolah tanpa pulang kerumah setiap hari Senin dan Rabu.

Hari demi hari bersama tim voli telah aku jalani untuk mempersiapkan diri dalam menjalani kejuaraan terakhir. Kata-kata memotivasi juga tak luput dikeluarkan dari lisan pelatih tim kami untuk menambah semangat juang bagi para pemain, tak lupa juga ia memberi saran kepada anak kelas dua karena sudah mendekati tahun terakhir mereka di SMA. Canda dan tawa juga muncul dari para pemain ketika waktu latihan sudah di penghujung hari membuat penatku yang didapatkan hari itu menguap seperti terbangnya ribuan balon udara ke langit.

Hari kejuaraan telah tiba membuat jiwa ini penuh semangat bertabur rasa tegang yang menyelimuti. Dalam jiwaku juga berkata ketika memasuki gerbang sekolah tempat kejuaraan berlangsung “Jam terbangmu sudah cukup banyak, buang rasa tegangmu yang menyelimuti jiwamu yang membara”. Kalimat yang terlintas di benakku itu membutku mengingat kenangan yang cukup manis di sekolah ini. Ya, tahun lalu dalam kejuaraan SMAPAT IV tim kami berhasil meraih tahta ketiga dalam kejuaraan di bidang voli putra yang diadakan oleh sekolah tersebut.

Kejuaraan kali ini diikuti oleh 16 tim voli putra dari SMA yang berbeda-beda. Pertandingan yang menggunakan sistem  Drop Uot atau istilah pasarnya sistem gugur menjadi beban tersendiri bagiku karena kesalahan sedikit saja diawal akan membuat impianku terkubur dalam-dalam.

Hari pertama telah kami lalui dengan kemenangan, kemenagan tersebut menciptakan kegembiraan serta canda gurau di dalam angkot perjalanan pulang kami ke sekolah. Angkot atau biasa disebut pete-pete di daerahku  merupakan kendaraan yang menghiasi perjalanan kami disetiap kejuaraan. Kami memilih pete-pete menggantikan kendaraan motor pribadi kami yang terparkir rapih di sekolah kami bukan tanpa alasan, hal tersebut dikarenakan pete-pete dapat menimbulkan kemisteri tim kami dalam perjalanan agar lebih solid lagi.

Hari kedua pun kami lalui seperti hari pertama namun membutuhkan usaha yang lebih ekstra untuk menumbangkan lawan kami di lapangan. Hari kedua yang telah berakhir menjadi tanda bahwasanya hanya tersisa empat tim lagi untuk meraih tahta tertinggi di kejuaraan SMAPAT CUP V.

Hari ketiga pada babak semi final sekolah kami membawa supporter yang lebih banyak dari hari-hari sebelumnya. Lapangan pertandingan simi final serasa memiliki gravitasi yang kuat untuk menarik penonton ke sekeliling sisi lapangan. Madan kapten tim kami berhadapan dengan kapten tim lawan di depan net untuk melihat sebuah koin yang dilemparkan oleh wasit mengisyaratkan pertandingan akan segera di mulai. Setelah madan kembali berkumpul di tim kami secara otomatis tim kami membuat sebuah lingkaran yang mengelilingi pelatih kami. Strategi-strategi keluar dari pelatih kami untuk mengisyaratkan gaya bermain kami. Setelah memberikan instruksi kepada kami pelatih ikut membuat lingkaran kecil bersama kami, Madan memandu mulainya doa untuk mempermudah langkah kami meraih kemenangan. Tangan menumpuk di tengah-tengah lingkaran menjadi satu, “SMANAAAAAM” teriakan yang disorakkan Madan untuk membangkitkan semangat ditengah lingkaran kecil. Dibalas dengan ayunan ke atas dan ke bawah dari tangan pemain dan pelatih yang bertumpuk di tengah lingkaran disertai teriakan semangat “ BISA, BISAA, BISAAA” oleh semua pemain serta supporter kami.

Peluit yang dibunyikan dari wasit utama di lapangan menandakan permainan dimulai, membuatku bergegas ke area serang dekat net sebagai penghubung dari sebuah tim lalu mengumpankan dengan manja kepada spiker tim kami agar menghasilkan poin demi poin. Enam vs enam yang berhadapan dibatasi oleh net dalam satu lapangan menandakan tidak ada lagi namanya pertemanan kedua tim dalam lapangan pertandingan, walupun di tim lawan terdapat sepupu Madan.

Poin demi pon didapatkan oleh kedua tim, pertandingan berlangsung sengit. Teriakan-terikan penonton tidak terhenti selama pertandingan membuat kedua tim semakin semangat untuk meraih kemenangan, terkadang terikan-terikan rayuan palsu dengan mengandalkan nomor punggung pemain yang terlontarkan dari lisan penonton untuk menganggu konsentrasi pemain untuk melakukan servis dengan benar. Rayuan palsu terkadang juga berhasil mengganggu konsentrasi pemain terutama pemain kelas satu, sehingga seringkali servisnya gagal.

Set pertama berhasil kami lewati dengan kemenangan, namun membutuhkan satu set kemenangan lagi untuk lajut ke babak selanjutnya yaitu final. Istirahat satu menit diberikan kepada kedua tim ketika menyelesaikan satu set pertandingan, aqua gelas mengguyur kerongkongan dan wajah serta rambut untuk menyegarkan badan yang mulai terkuras tenaganya. Sembari menyegarkan wajah pelatih terus memberikan arahan kepada pemain.

Set kedua dimulai dengan tenaga yang sudah terkuras sedikit di set sebelumnya. Pola penyerangan cepat dan lambat serta pola tipuan kami coba semua untuk mendapatkan poin demi poin. Bola tipuan yang tidak memerlukan tenaga lebih namun sangat berasa ketika berhasil menghasilkan poin melalui tipuan. Tipuan loncatan dari seorang setter yang biasanya hanya mengumpan bola ke spiker timnya sendiri namun malah menempatkan bola umpanannya ke tipis seberang net dan jatuh tepat di ujung sisi lapangan lawan dekat net terasa sangat sempurna. Bola tipuan yang jatuh di area lawan dekat net membuat pemain lawan mengejar dan terjatuh di depan net tepat ketika aku sedang berdiri melihatnya terjatuh mengejar bola tepat di hadapanku terasa seakan-akan aku telah menghasilkan poin banyak walaupun hanya trhitung satu.

Poin yang terasa sempurna yang aku hasilkan ternyata belum membut timku meraih kemenagan, lawan juga mencoba dengan berbagai cara untuk mengalahkan tim kami. Sekarang poin set kedua tepat 23 vs 17 dipimpin oleh timku, dua poin lagi untuk meraih kemenagan namun timku mendapatkan masalah fisik yang kurang. Stamina pemain mulai habis terkuras, kemampuan dikerahkan semua untuk meraih kemenagan di set kedua ini. Poin yang sudah unggul jauh seperti kemenangan sudah di atas awan namun poin berubah keadaan, tim lawan menyamai poin kami 24 vs 24. Jus pun tak terhindarkan, apesnya kami malah kehabisan tenaga dan harus merelakan set kedua ini yang penuh dengan perjuagan.

Set ketiga penentuan tim mana yang berhak lanjut ke babak final dimulai. Semangat harus muncul kembali, teriakan penonton dari sisi lapanagan membuat semanagat ini muncul lagi terutama dari teriakan penonton yang berasal dari teman kelasku sekaligus teman kelas Madan yang rela meluangkan waktunya untuk melihat kami bermain. Servis dimulai, permainan berlangsung adu strategi serta fisik dan diakhiri dengan pantulan bola dari lawan jatuh tepat di area pertandingan tim kami membuat badan ini lemas untuk mengakuinya. Bola terakhir yang jatuh di lapangan kami menyudahi pertandingan semi final tersebut dengan kekalahan yang merobek-robek jiwa ini yang terbentuk dari sorakan penonton sekolah kami.

Kejuaaraan terakhir yang diakhiri dengan kekalahan membuat kami pulang ke sekolah dengan tangan kosong tanpa sebuah piala yang bisa membuat kami bangga. Kegagalan meraih piala terakhir itu menghancurkan harapanku serta harapan pemain kelas tiga untuk menyerahkan piala terakhir kami kepada kepala sekolah ketika upacara hari senin berlangsung serta mengukir nama yang dibacakan sekaligus ketika proses penyerahan piala, seperti tahun lalu ketika tim kami berhasil membawa pulang piala.

Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai